Rabu, 11 Juni 2014

Macam-Macam Pendekatan Pembelajaran

Pendekatan adalah sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Pendekatan ini masih bersifat umum, strategi dan metode yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan tertentu. Contoh pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centre), pendekatan ini menurunkan strategi pembelajaran langsung, strategi pembelajaran deduktif atau strategi pembelajaran ekspositori.

Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran juga merupakan aktivitas guru di dalam memilih kegiatan pembelajaran, apakah guru akan menjelaskan suatu materi pembelajaran yang sudah tersusun dalam urutan tertentu, ataukah dengan menggunakan materi yang terkait satu dengan lainnya dalam tingkat kedalaman yang berbeda, atau bahkan merupakan materi yang terintegrasi dalam suatu kesatuan multi disiplin ilmu.

Pendekatan pembelajaran menurut Syaiful (2003:68) adalah sebagai aktifitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran sebagai penjelas dan juga mempermudah bagi para guru memberikan pelayanan belajar dan juga mempermudah siswa untuk memahami materi ajar yang disampaikan guru, dengan memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan.

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.

Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:

  1. pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach)
  2. pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach)
Macam-macam pendekatan pembelajaran antara lain sebagai berikut:

  1. Pendekatan Kontruktivisme
    1. Pengertian
    2. Kontruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba(Suwarna,2005).

      Konstruktivisme adalah sebuah teori belajar dimana teori ini berpusat pada siswa. Dalam penerapan teori ini, siswa adalah objek utama pada proses pembelajaran. Konstruktivisme menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran (student center). Guru hanya menolong siswa untuk membangun/mengembangkan pengetahuan mereka untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Jadi, dapat dikatakan guru hanya menjadi guide (pembimbing) siswa untuk memahami masalah dan memberi siswa kesempatan untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan kemampuan mereka sendiri. Guru dapat memberi beberapa petunjuk atau pertolongan yang diperlukan untuk mengarahkan pemikiran siswa dalam menyelesaikan masalah.

      Piaget (1970), Brunner dan Brand 1966), Dewey (1938) dan Ausubel (1963). Menurut Caprio (1994), McBrien Brandt (1997), dan Nik Aziz (1999) kelebihan teori konstruktivisme ialah pelajar berpeluang membina pengetahuan secara aktif melalui proses saling pengaruh antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Pembelajaran terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri oleh pelajar.

      Tujuan konstruktivisme adalah membuat siswa mengembangkan pengetahuan siswa. Teori belajar ini membuat siswa aktif dalam mengetahui bagaimana cara menyelesaikan suatu masalah, tidak hanya bergantung pada jawaban guru. Konstruktivisme menginginkan siswa mampu berpendapat atau memberikan umpan balik pada jawaban guru karena siswa sudah bisa menyelesaikan masalah dan memberikan jawaban mereka sesuai dengan pendapat mereka sendiri. Dalam konstruktivisme, guru adalah moderator bukan fasilitator.

      Dalam proses pembelajaran, guru mendapat peran besar dalam membuat situasi yang baik yang dapat membangun keingintahuan siswa tentang pelajaran karena keingintahuan siswa tersebut akan membuat mereka berpikir. Pengalaman tiap siswa yang berbeda yang berhubungan dengan pelajaran yang akan dipelajari akan memberikan titik penyelesaina masalah. Dalam hal ini, karena setiap siswa pasti mempunyai jawaban yang berbeda-beda, seorang guru harus bisa membangun situasi yang memungkinkan bagi siswa untuk berdiskusi.

      Guru adalah moderator artinya seorang guru memperhatikan jalannya diskusi, terkadang memberikan pendapat, setuju atau tidak setuju dengan pendapat/pemikiran siswa. Dalam proses ini, siswa akan mengembangkan pengetahuan dan kemampuan mereka dalam sharing pendapat. Guru bertugas membuat keputusan/kesimpulan dari hasil diskusi siswa. Diskusi hanya cara yang bisa di terapkan dalam konstrruktivisme, guru juga diperbolehkan menggunakan alat bantu.

    3. Ciri-Ciri
    4. Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstuktivisme, yaitu:
      1. Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar.
      2. Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa.
      3. Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai.
      4. Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekankan pada hasil.
      5. Mendorong siswa untuk mampu melakukan penyelidikan.
      6. Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar.
      7. Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa.
      8. Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa.
      9. Mendasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip teori kognitif.
      10. Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran, seperti: prediksi, inferensi, kreasi, dan analisis.
      11. Menekankan pentingnya “bagaimana siswa belajar”.
      12. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain dan guru.
      13. Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.
      14. Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata.
      15. Menekankan pentingnya konteks dalam belajar.
      16. Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar.
      17. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata.

    5. Kelebihan dan Kekurangan
    6. Kelebihan dan Kekurangan dalam menggunakan model konstruktivisme menurut Sidik (2008) adalah :
      1. Kelebihan
        1. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
        2. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
        3. Pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
        4. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
        5. Pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
        6. Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
      2. Kekurangan
        1. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga menyebabkan miskonsepsi.
        2. Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.
        3. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.

    7. Langkah-Langkah
    8. Langkah-Langkah Pembelajaran Kontrutivisme
      1. Identifikasi tujuan. Tujuan dalam pembelajaran akan memberi arah dalam merancang program, implementasi program dan evaluasi.
      2. Menetapkan Isi Produk Belajar. Pada tahap ini, ditetapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip fisika yang mana yang harus dikuasai siswa.
      3. Identifikasi dan Klarifikasi Pengetahuan Awal Siswa. Identifikasi pengetahuan awal siswa dilakukan melalui tes awal, interview klinis dan peta konsep.
      4. Identifikasi dan Klarifikasi Miskonsepsi Siswa. Pengetahuan awal siswa yang telah diidentifikasi dan diklarifikasi perlu dianalisa lebih lanjut untuk menetapkan mana diantaranya yang telah sesuai dengan konsepsi ilmiah, mana yang salah dan mana yang miskonsepsi.
      5. Perencanaan Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan Konsep. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran. Sedangkan strategi pengubahan konsepsi siswa diwujudkan dalam bentuk modul.
      6. Implementasi Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan Konsepsi. Tahapan ini merupakan kegiatan aktual dalam ruang kelas. Tahapan ini terdiri dari tiga langkah yaitu : (a) orientasi dan penyajian pengalaman belajar, (b)menggali ide-ide siswa, (c) restrukturisasi ide-ide.
      7. Evaluasi. Setelah berakhirnya kegiatan implementasi program pembelajaran, maka dilakukan evaluasi terhadap efektivitas model belajar yang telah diterapkan.
      8. Klarifikasi dan analisis miskonsepsi siswa yang resisten. Berdasarkan hasil evaluasi perubahan miskonsepsi maka dilakukaan klarifikasi dan analisis terhadap miskonsepsi siswa, baik yang dapat diubah secara tuntas maupun yang resisten.
      9. Revisi strategi pengubahan miskonsepsi. Hasil analisis miskonsepsi yang resisten digunakan sebagai pertimbangan dalam merevisi strategi pengubahan konsepsi siswa dalam bentuk modul.

  2. Pendekatan Kontekstual
    1. Pengertian
    2. Pendekatan konstektual merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Hasil pembekajaran diharapkan lebih bermakna bagi anak untuk memecahkan persoalan, berfikir kritis danmelaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya.

      Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan – memberdayakan siswa, bukan mengajar siswa

    3. Karakteristik
    4. Lima karakteristik dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual:
      1. Dalam pendekatan kontekstual pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge).
      2. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowlwdge).
      3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk diyakini dan dipahami.
      4. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan prilaku siswa.
      5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan.

    5. Kelebihan dan Kekurangan
      • Kelebihan
        1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
        2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.

      • Kelemahan
        1. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
        2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.

    6. Langkah-Langkah
    7. Langkah-langkah pembelajaran kontekstual menurut Depdiknas ( 2002 : 10 ) adalah sebagai berikut :
      1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. ( Constructivisme )
      2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. ( Inquiry )
      3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. ( Questioning )
      4. Ciptakan masyarakat belajar atau belajar dalam kelompok- kelompok ( Learning Community )Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran ( Modeling )
      5. Lakukan refleksi di akhir pertemuan. ( Reflection )
      6. Lakukan penilaian yang sebenarnya dan objektif dengan berbagai cara ( Authentic Assesment )

  3. Pendekatan RME (Realistic Mathematic Education)
    1. Pengertian
    2. Pengertian pendekatan realistik menurut Sofyan, (2007: 28) “sebuah pendekatan pendidikan yang berusaha menempatkan pendidikan pada hakiki dasar pendidikan itu sendiri”.

      Menurut Sudarman Benu, (2000: 405) “pendekatan realistik adalah pendekatan yang menggunakan masalah situasi dunia nyata atau suatu konsep sebagai titik tolak dalam belajar matematika”.

      Matematika Realistik yang telah diterapkan dan dikembangkan di Belanda teorinya mengacu pada matematika harus dikaitkan dengan realitas dan matematika merupakan aktifitas manusia.

      Dalam pembelajaran melalui pendekatan realistik, strategi- strategi informasi siswa berkembang ketika mereka menyeleseikan masalah pada situasi- situsi biasa yang telah diakrapiniya, dan keadaan itu yang dijadikannya titik awal pembelajaran pendekatan realistik atau Realistic Mathematic Education(RME) juga diberi pengertian “cara mengajar dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelediki dan memahami konsep matematika melalui suatu masalah dalam situasi yang nyata”. (Megawati, 2003: 4). Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran bermakna bagi siswa.

      Realistic Mathematic Education(RME) adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak pada hal- hal yang real bagi siswa(Zulkardi). Teori ini menekankan ketrampilan proses, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri(Student Invonting), sebagai kebalikan dari guru memberi(Teaching Telling) dan pada akhirnya murid menggunakan matematika itu untuk menyeleseikan masalah baik secara individual ataupun kelompok.

      Pada pendekatan Realistik peran guru tidak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator. Sementara murid berfikir, mengkomunikasikan argumennya, mengklasifikasikan jawaban mereka, serta melatih saling menghargai strategi atau pendapat orang lain.

      Menurut De Lange dan Van Den Heuvel Parhizen, RME ini adalah pembelajaran yang mengacu pada konstruktifis sosial dan dikhususkan pada pendidikan matematika.(Yuwono: 2001)

      Dari beberapa pendapat diatas dapat dikatakan bahwa RME atau pendekatan Realistik adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sehari- hari sebagai sumber inspirasi dalam pembentukan konsep dan mengaplikasikan konsep- konsep tersebut atau bisa dikatakan suatu pembelajaran matematika yang berdasarkan pada hal- hal nyata atau real bagi siswa dan mengacu pada konstruktivis sosial.

    3. Prinsip dan Karakteristik
      1. Terdapat 5 prinsip utama dalam pembelajaran matematika realistik, yaitu:

      2. Didominasi oleh masalah- masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika.
      3. Perhatian diberikan pada pengembangan model”situasi skema dan simbol”.
      4. Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif.
      5. Interaktif sebagai karakteristik diproses pembelajaran matematika.
      6. Intertwinning(membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan.

        Gravemeijer(dalam Fitri. 2007: 10) menyebutka tiga prinsip kunci dalam pendekatan realistik, ketiga kunci tersebut adalah:

      1. Penemuan kembali secara terbimbing/ matematika secara progresif(Gunded Reinvention/ Progressive matematizing). Dalam menyeleseikan topik- topik matematika, siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama, sebagai koknsep- konsep matematika dikemukakan. Siswa diberikan masalah nyata yang memungkinkan adanya penyeleseian yang berbeda.
      2. Didaktif yang bersifat fenomena(didaktial phenomology) topik matematika yang akan diajarkan diupayakan berasal dari fenomenan sehari-hari.
      3. Model yang dikembangkan sendiri(self developed models) dalam memecahkan ‘contextual problem”, mahasiswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri. Pengembangan model ini dapat berperan dalam menjembatani pengetahuan informal dan pengetahuan formal serta konkret dan abstrak.

      Menurut Grafemeijer (dalam fitri, 2007: 13) ada 5 karakteristik pembelajaran matematika realistik, yaitu sebagai berikut:

      1. Menggunakan masalah kontekstual
      2. Masalah konsektual berfungsi sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak dari mana matematika yang digunakan dapat muncul. Bagaimana masalah matematika itu muncul(yang berhubungan dengan kehidupan sehari- hari).
      3. Menggunakan model atau jembatan
      4. Perhatian diarahkan kepada pengembangan model, skema, dan simbolisasi dari pada hanya mentrasfer rumus. Dengan menggunakan media pembelajaran siswa akan lebih faham dan mengerti tentang pembelajaran aritmatika sosial.
      5. Menggunakan kontribusi siswa
      6. Kontribusi yang besar pada saat proses belajar mengajar diharapkan dari konstruksi murid sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal ke arah metode yang lebih formal. Dalam kehidupan sehari- hari diharapkan siswa dapat membedakan pengunaan aritmatika sosial terutama pada jual beli. Contohnya: harga baju yang didiskon dengan harga baju yang tidak didiskon.
      7. Interaktivitas
      8. Negosiasi secara eksplisit, intervensi, dan evaluasi sesama murid dan guru adalah faktor penting dalam proses belajar secara konstruktif dimana strategi informal siswa digunakan sebagai jembatan untuk menncapai strategi formal. Secara berkelompok siswa diminta untuk membuat pertanyaan kemudian diminta mempresentasikan didepan kelas sedangkan kelompok yang lain menanggapinya. Disini guru bertindak sebagai fasilitator.
      9. Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya(bersifat holistik)
      10. Aritmatika sosial tidak hanya terdapat pada pembelajaran matematika saja, tetapi juga terdapat pada pembelajaran yang lainnya, misalnya pada akutansi, ekonomi, dan kehidupan sehari- hari.

    4. Kelebihan dan Kekurangan
      1. Beberapa keunggulan dari pembelajaran metematika realistik antara lain:
      2. Pelajaran menjadi cukup menyenangkan bagi siswa dan suasana tegang tidak tampak.
      3. Materi dapat dipahami oleh sebagian besar siswa.
      4. Alat peraga adalah benda yang berada di sekitar, sehingga mudah didapatkan.
      5. Guru ditantang untuk mempelajari bahan.
      6. Guru menjadi lebih kreatif membuat alat peraga.
      7. Siswa mempunyai kecerdasan cukup tinggi tampak semakin pandai.

        Beberapa kelemahan dari pembelajaran metematika realistik antara lain:
      1. Sulit diterapkan dalam suatu kelas yang besar(40- 45 orang).
      2. Dibutuhkan waktu yang lama untuk memahami materi pelajaran.
      3. Siswa yang mempunyai kecerdasan sedang memerlukan waktu yang lebih lama untuk mampu memahami materi pelajaran.

    5. Langkah-Langkah
      1. Berdasarkan prinsip dan karakteristik PMR serta dengan memperhatikan pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka dapatlah disusun suatu langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan PMR yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
      2. Langkah 1: Memahami masalah kontekstual
      3. yaitu guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari kepada siswa dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut,serta memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan masalah yang belum di pahami. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak dalam pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu interaksi
      4. Langkah 2: Menjelaskan masalah kontekstual
      5. jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami
      6. Langkah 3 : Menyelesaikan masalah
      7. Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan interpretasi aspek matematika yang ada pada masalah yang dimaksud, dan memikirkan strategi pemecahan masalah. Selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa yang satu dengan yang lainnya. Guru mengamati, memotivasi, dan memberi bimbingan terbatas, sehingga siswa dapat memperoleh penyelesaian masalah-masalah tersebut. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini yaitu karakteristik kedua menggunakan model
      8. Langkah 4 : Membandingkan jawaban
      9. Guru meminta siswa membentuk kelompok secara berpasangan dengan teman sebangkunya, bekerja sama mendiskusikan penyelesaian masalah-masalah yang telah diselesaikan secara individu (negosiasi, membandingkan, dan berdiskusi). Guru mengamati kegiatan yang dilakukan siswa, dan memberi bantuan jika dibutuhkan. Dipilih kelompok berpasangan, dengan pertimbangan efisiensi waktu. Karena di sekolah tempat pelaksanaan ujicoba, menggunakan bangku panjang. Sehingga kelompok dengan jumlah anggota yang lebih banyak, membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pembentukannya. Sedangkan kelompok berpasangan tidak membutuhkan waktu, karena siswa telah duduk dalam tatanan kelompok berpasangan. Setelah diskusi berpasangan dilakukan, guru menunjuk wakil-wakil kelompok untuk menuliskan masing-masing ide penyelesaian dan alasan dari jawabannya, kemudian guru sebagai fasilitator dan modarator mengarahkan siswa berdiskusi, membimbing siswa mengambil kesimpulan sampai pada rumusan konsep/prinsip berdasarkan matematika formal (idealisasi, abstraksi). Karakteristik PMR yang muncul yaitu interaksi
      10. Langkah 5: Menyimpulkan
      11. Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu rumusan konsep/prinsip dari topik yang dipelajari. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah adanya interaksi antar siswa dengan guru.

  4. Pendekatan Saintific
    1. Pengertian
    2. Pendekatan saintific adalah Proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruksi pengetahuan, ketrampilan, dan lainnya melalui tahapan mengamati , menanya, menalar, mencoba, dan menbentuk jejaring untuk semua mapel.

    3. Prinsip-Prinsip
      1. pembelajaran berpusat pada siswa
      2. pembelajaran membentuk students’ self concept
      3. pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mempelajari, mnganalisis, menyimpulkan konsep, pengetahuan, dan prinsip.
      4. pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa
      5. pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru
      6. memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi

    4. Kelebihan dan Kekurangan
      • Kelebihan
        1. Menilai data lebih objektif, karena tidak boleh terpengaruh oleh nilai atau kepercayaan periset atau orang lain ( harus value free )
        2. Dari segi kemudahan mendapatkan data ,data sekunder yang tersedia dapat digunakan
        3. Eksternal validiti lebih tinggi karena dapat melibatkan permasalahan yang lebih luas menggunakan waktu yang lebih panjang dan jumlah observasi yang lebih banyak  sebagai objek penelitian karena tersedia di data sekunder.

      • Kekurangan
        1. Setting tidak natural ( artificial ) , dapat menurunkan validitas penelitian
        2. Penelitian kurang terfokus tetapi lebih luas, sehingga kurang mendalam
        3. Penelitian biasanya menjelaskan dan memprediksi fenomena yang tampak, sehingga lebih mengarah ke verifikasi teori

    5. Langkah-Langkah
    6. Pembelajaran saintifik terdiri atas lima langkah, yaitu Observing (mengamati), Questioning (menanya), Associating (menalar), Experimenting (mencoba), Networking (membentuk Jejaring/ mengkomunikasikan).

      Langkah-langkah Pembelajaran Saintifik:

      1. Mengamati
      2. Mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Mengamati memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.

        Mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.

        Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut ini.

        • Menentukan objek apa yang akan diobservasi
        • Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi
        • Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder
        • Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi
        • Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar
        • Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.

      3. Menanya
      4. Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.

        Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyara, pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal.

          Fungsi Bertanya:
        1. Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran;
        2. Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri;
        3. Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya;
        4. Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan;
        5. Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar;
        6. Mendorong partisipasipeserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan;
        7. Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok;
        8. Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul; dan
        9. Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.
          Kriteria Pertanyaan yang Baik:
        1. Singkat dan jelas;
        2. Menginspirasi jawaban;
        3. Memiliki fokus;
        4. Bersifat probing atau divergen;
        5. Bersifat validatif atau penguatan;
        6. Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang;
        7. Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif;
        8. Merangsang proses interaksi.

      5. Menalar
      6. Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.

        Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat. Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori.

        Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari persepektif psikologi, asosiasi merujuk pada koneksi antara entitas konseptual atau mental sebagai hasil dari kesamaan antara pikiran atau kedekatan dalam ruang dan waktu.

      7. Mencoba
      8. Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA, misalnya,peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.

        Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah:

        1. menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum;
        2. mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan;
        3. mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya;
        4. melakukan dan mengamati percobaan;
        5. mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;
        6. menarik simpulan atas hasil percobaan; dan
        7. membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.

        Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka:

        1. Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid
        2. Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan
        3. Perlu memperhitungkan tempat dan waktu
        4. Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid
        5. Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen
        6. Membagi kertas kerja kepada murid
        7. Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan
        8. Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.

      9. Jejaring
      10. Jejaring Pembelajaran disebut juga Pembelajaran Kolaboratif. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kolaboratif? Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama.

        Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru fungsi guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar, sebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih aktif. Jika pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu falsafah peribadi, maka ia menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkin peserta didik menghadapi aneka perubahan dan tntutan belajar secara bersama-sama.

        Ada empat sifat kelas atau pembelajaran kolaboratif. Dua sifat berkenaan dengan perubahan hubungan antara guru dan peserta didik. Sifat ketiga berkaitan dengan pendekatan baru dari penyampaian guru selama proses pembelajaran. Sifat keempat menyatakan isi kelas atau pembelajaran kolaboratif.

        • Guru dan peserta didik saling berbagi informasi. Dengan pembelajaran kolaboratif, peserta didik memiliki ruang gerak untuk menilai dan membina ilmu pengetahuan, pengalaman personal, bahasa komunikasi, strategi dan konsep pembelajaran sesuai dengan teori, serta menautkan kondisi sosiobudaya dengan situasi pembelajaran. Di sini, peran guru lebih banyak sebagai pembimbing dan manajer belajar ketimbang memberi instruksi dan mengawasi secara rijid.
        • Berbagi tugas dan kewenangan. Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berbagi tugas dan kewenangan dengan peserta didik, khususnya untuk hal-hal tertentu. Cara ini memungkinan peserta didik menimba pengalaman mereka sendiri, berbagi strategi dan informasi, menghormati antarsesa, mendoorong tumbuhnya ide-ide cerdas, terlibat dalam pemikiran kreatif dan kritis serta memupuk dan menggalakkan mereka mengambil peran secara terbuka dan bermakna.
        • Guru sebagai mediator. Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berperan sebagai mediator atau perantara. Guru berperan membantu menghubungkan informasi baru dengan pengalaman yang ada serta membantu peserta didik jika mereka mengalami kebutuan dan bersedia menunjukkan cara bagaimana mereka memiliki kesungguhan untuk belajar.
        • Kelompok peserta didik yang heterogen. Sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didk yang tumbuh dan berkembang sangat penting untuk memperkaya pembelajaran di kelas. Pada kelas kolaboratif peserta didikdapat menunjukkan kemampuan dan keterampilan mereka, berbagi informasi,serta mendengar atau membahas sumbangan informasi dari peserta didik lainnya. Dengan cara seperti ini akan muncul “keseragaman” di dalam heterogenitas peserta didik.

  5. Pendekatan Open-Ended Problem
    1. Pengertian
    2. Menurut Suherman dkk (2003; 123) problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak.

      Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut. Contoh penerapan masalah Open-Ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi pada jawaban (hasil) akhir.

      Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended diawali dengan memberikan masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan membawa siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan banyak jawaban (yang benar), sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru.

      Tujuan dari pembelajaran Open-Ended problem menurut Nohda (Suherman, dkk, 2003; 124) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa.

      Pendekatan Open-Ended menjanjikan kepada suatu kesempatan kepada siswa untuk meginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan Open-Ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi.

    3. Kelebihan dan Kekurangan
      • Kelebihan
      • Pendekatan Open-ended memiliki beberapa keunggulan antara lain (Suherman, dkk, 2003):
        1. Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya.
        2. Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematika secara komprehensif.
        3. Siswa dengan kemampuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.
        4. Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
        5. Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.

      • Kelemahan
      • Di samping keunggulan, terdapat pula kelemahan dari pendekatan Open-ended, diantaranya (Suherman, dkk, 2003):
        1. Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah.
        2. Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
        3. Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.

    4. Langkah-Langkah
    5. Langkah-langkah pembelajaran Open ended
      1. Orentasi. Pembelajran diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran dan pemberian motivasi kepada siswa berupa masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa.
      2. Penyajian masalah terbuka. Guru memberikan masalah secara umum tentang materi yang diberikan
      3. Pengerjaan masalah terbuka secara individu. Siswa diminta mengerjakan soal atau menyelesaikan masalah secara individu. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan tingkat kreativitas siswa secara individu akibat pembekalan yang diberikan kepada siswa. Pada saat siswa mengerjakan masalahnya atau soal yang diberikan tidak diperkenankan untuk minta bantuan kepada teman2 yang lain sehingga siswa akan benar2 terpacu kreativitasnya untuk dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Setelah selesai mengerjakan soal atau masalah. Siswa diminta untuk mengumpulkan lembar penyelesaiannya.
      4. Diskusi kelompok tentang masalah terbuka. Siswa diminta bekerja secara berkelompok untuk mendiskusikan penilaian dari masalah open ended yang telah dikerjakan secara individu. Dengan demikian diharapkan diskusi kelompok akan dapat memunculkan ide pada tiap siswa sehingga nantinya kreativitas siswa akan meningkat.
      5. Presentasi hasil diskusi kelompok. Beberapa atau semua anggota kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka.
      6. Penutup. Siswa bersama guru menyimpulkan atau membuat ringkasansingkat tentang konsep atau ide-ide yang terdapat pada permasalahan yang diajukan.

  6. Pendekatan Konsep
    1. Pengertian
    2. Pendekatan konsep adalah pendekatan yang mengarahkan peserta didik meguasai konsep secara benar dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi). Konsep adalah klasifikasi perangsang yang memiliki ciri-ciri tertentu yang sama. Konsep merupakan struktur mental yang diperoleh dari pengamatan dan pengalaman.

      Pendekatan Konsep merupakan suatu pendekatan pengajaran yang secara langsung menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh.

    3. Ciri-Ciri
    4. Ciri-ciri suatu konsep adalah:
      1. Konsep memiliki gejala-gejala tertentu
      2. Konsep diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman langsung
      3. Konsep berbeda dalam isi dan luasnya
      4. Konsep yang diperoleh berguna untuk menafsirkan pengalaman-pengalaman
      5. Konsep yang benar membentuk pengertian
      6. Setiap konsep berbeda dengan melihat ‘ciri-ciri tertentu

    5. Langkah-Langkah
    6. Langkah-langkah mengajar dengan pendekatan konsep melalui 3 tahap yaitu,
      1. Tahap enaktik
      2. Tahap enaktik dimulai dari:
        • Pengenalan benda konkret.
        • Menghubungkan dengan pengalaman lama atau berupa pengalaman baru.
        • Pengamatan,penafsiran tentang benda baru

      3. Tahap simbolik
      4. Tahap simbolik siperkenalkan dengan:
          Simbol,lambang,kode,seperti angka,huruf. kode,seperti (?=,/) dll.
        • Membandingkan antara contoh dan non-contoh untuk menangkap apakah siswa cukup mengerti akan ciri-cirinya.
        • Memberi nama,dan istilah serta defenisi.

      5. Tahap ikonik
      6. Tahap ini adalah tahap penguasaan konsep secara abstrak,seperti:
        • Menyebut nama,istilah,defmisi,apakah siswa sudah mampu mengatakannya

  7. Pendekatan Induktif
    1. Pengertian
    2. Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu,lalu menarik kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum.

      Pendekatan induktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan khusus menuju keadaan umum

      Menurut Yamin (2008:90) pendekatan induktif tepat digunakan manakala:

      1. Siswa telah mengenal atau telah mempunyai pengalaman yang berhubungan dengan mata pelajaran tersebut,
      2. Yang diajarkan berupa keterampilan komunikasi antara pribadi, sikap, pemecahan, dan pengambilan keputusan,
      3. Pengajar mempunyai keterampilan fleksibel, terampil mengajukan pertanyaan terampil mengulang pertanyaan, dan sabar,
      4. Waktu yang tersedia cukup panjang.

    3. Kelebihan dan Kekurangan
    4. Menurut Wariman (1997) ada beberapa kekurangan dan kelebihan pembalajaran induktif
      • Kelebihan
        1. Dapat mengembangkan keterampilan berpikir siswa karena siswa selalu dipancing dengan pertanyaan.
        2. Dapat menguasai secara tuntas topic-topik yang dibicarakan karena adanya tukar pendapat antar siswa sehingga didapatkan suatu kesimpulan akhir.
        3. Mengajarkan siswa berpikir kritis karena selalu dipancing untuk mengeluarkan ide-ide.
        4. Melatih siswa belajar bekerja sistematis.

    5. Kelemahan
      1. Memerlukan banyak waktu.
      2. Sukar menemukan pendapat yang sama karena setiap siswa mempunyai gagasan yang berbeda-beda.

    6. Langkah-Langkah
    7. Langkah-langkah yang harus Anda tempuh dalam model pembelajaran dengan pendekatan induktif yaitu:
      1. guru memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan induktif
      2. guru menyajikan contoh-contoh khusus, prinsip, atau aturan yang memungkinkan siswa memperkirakan sifat umum yang terkandung dalam contoh,
      3. guru menyajikan bukti yang berupa contoh tambahan untuk menunjang atau mengangkat perkiraan,
      4. menyimpulkan, memberi penegasan dari beberapa contoh kemudian disimpulkan dari contoh tersebut serta tindak lanjut.

  8. Pendekatan Deduktif
    1. Pengertian
    2. Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yang menggunakan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat premis yang diberikan. Dalam sistem deduktif yang kompleks,peneliti dapat menarik lebih dari satu kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu yang umum kesesuatuyangkhusus.

      Pendekatan deduktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan umum ke keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan,prinsip umum dan diikuti dengan contoh contoh khusus atau penerapan aturan,prinsip umum ke dalam keadaan khusus.

      Pendekatan deduktif ditandai dengan pemaparan konsep, definisi dan istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran. Pendekatan deduktif dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah persoalannya dan konsep dasarnya(Suwarna,2005).

      Menurut Yamin (2008:89) pendekatan deduktif dapat dipergunakan bila:

      1. Siswa belum mengenal pengetahuan yang sedang dipelajari,
      2. Isi pelajaran meliputi terminologi, teknis dan bidang yang kurang membutuhkan proses berfikir kritis,
      3. Pengajaran mengenai pelajaran tersebut mempunyai persiapan yang baik dan pembicaraan yang baik,
      4. Waktu yang tersedia sedikit.

    3. Kelebihan dan Kekurangan
      • Toni Julianto (2012) dalam makalahnya menyatakan kelebihan dan kelemahan dari pendekatan deduktif dibandingkan dengan pendekatan lain adalah:
      • Kelebihan
        1. Tidak memerlukan banyak waktu.
        2. Sifat dan rumus yang diperoleh dapat langsung diaplikasikan ke dalam soal-soal atau masalah yang konkrit.
      • Kelemahan
        1. Siswa sering mengalami kesulitan memahami makna matematika dalam pembelajaran.Hal ini disebabkan siswa baru bisa memahami konsep setelah disajikan berbagai contoh.
        2. Siswa sulit memahami pembelajaran matematika yang diberikan karena siswa menerima konsep matematika yang secara langsung diberikan oleh guru.
        3. Siswa cenderung bosan dengan pembelajaran dengan pendekatan deduktif, karena disini siswa langsung menerima konsep matematika dari guru tanpa ada kesempatan menemukan sendiri konsep tersebut.

    4. Langkah-Langkah
    5. Langkah-langkah yang dapat Anda tempuh dalam model pembelajaran dengan pendekatan deduktif dijelaskan sebagai berikut:
      1. guru memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan,
      2. guru menyajikan aturan, prinsip yang berifat umum, lengkap dengan definisi dan contoh-contohnya,
      3. guru menyajikan contoh-contoh khusus agar siswa dapat menyusun hubungan antara keadaan khusus dengan aturan prinsip umum yang didukung oleh media yang cocok,
      4. guru menyajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak kesimpulan bahwa keadaan umum itu merupakan gambaran dari keadaan khusus,

12 komentar: